PERISTIWA G 30 S PKI
Terilhami dari tulisan Jarar Siahaan di BatakNews yang berjudul
“Pantaskah Soeharto Diampuni”, dan dari peringatan 9 tahun turunnya
Rezim Soeharto, berdasarkan fakta dari kejadian yang terjadi 42 tahun
silam di Jakarta, tepatnya tentang peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI.
Ada seorang ahli sejarah yang sempat meneliti tentang kejadian yang
menimpa bangsa kita di tahun 1965, mengatakan bahwa di tahun 1965, di
Indonesia hanya ada satu Jendral dan dia adalah Mayjen TNI Soeharto.
Menurut ahli sejarah itu juga termakan image yang sengaja dibuat
Soeharto bahwa dia adalah orang yang paling berjasa atas dibubarkannya
Partai yang kini dianggap sebagai partai terlarang di negeri kita.
Soeharto adalah seorang prajurit TNI berpangkat cukup tinggi dan
juga memegang salah satu jabatan penting dalam jajaran TNH sebagai
Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad). Pada masa
kepemimpinan Ir. Soekarno, Soeharto adalah seorang perwira tinggi yang
tidak terlalu diperhitungkan. Itu juga menjadi penyebab tidak
terteranya nama Soeharto dalam daftar 7 jendral yang menjadi target
pembunuhan dalam pemberontakan PKI.
7 Jendral yang menjadi target operasi PKI (Baris pertama
kiri-kanan) Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani, Letjen TNI Anumerta MT
Haryono, Letjen TNI Anumerta S Parman, Letjen TNI Anumerta Suprapto.
(Baris kedua Kiri-kanan) Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo,
Mayjen TNI Anumerta DI Panjaitan, Kapten Czi Anumerta Pierre Tendean
Apa mungkin Soekarno lupa pada jasa Soeharto yang menjadi arsitek
Serangan Umum 1 Maret atas Kota Yogya yang berhasil menguasai Kota
Yogya selama 6 jam yang kala itu dikuasai oleh Belanda? Ataukah
Soekarno mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi.
Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965, sebuah
pemberontakan terjadi atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde
Baru) namun berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang
perwira tinggi bernama Soeharto.
“Resolusi Dewan Jendral” yang sempat beberapa kali disebutkan dalam
film tersebut, hal itu benar adanya. Resolusi Dewan Jendral memang ada.
Beberapa orang Jendral pada saat itu sedang merencanakan untuk
menggulingkan kekuasaan Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.
Para pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu tentang
resolusi Dewan Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil,
maka posisi mereka berada di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus
bergerak cepat, berpacu dengan waktu untuk menumpas para jendral yang
terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral, sebelum para jedral
mendahuluinya.
Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan
pernyataan-pernyataan pedas tentang seberapa menyeramkan dan
menyakitkannya sebuah pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin
bahwa pemberontakan itu identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin
terkepung dalam kesengsaraan. Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap
rakyat itu pada akhirnya berhasil membakar darah rakyat yang kala itu
tengah dirundung duka yang mendalam dan berkepanjangan akibat dari
ketidak stabilan perekonomian di sebuah negara yang masih muda ini.
Akhirnya PKI mendapat restu dari rakyat yang telah didoktrinnya untuk
menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.
PKI sendiri mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini. PKI adalah
pendukung terkuat Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI
demi sebuah image bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah
dimasuki pengaruh Amerika Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai
politik sosialis demokratik seperti yang diajarkan Uni Soviet kepada
dunia kala itu yaitu pemerataan.
Karena PKI takut kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI harus
secepatnya menumpas Dewan Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan
Soekarno. Maka direncanakanlah sebuah aksi untuk menumpas Dewan
Jendral. Akhirnya para pemimpin PKI sepakat tanggal yang tepat untuk
melakukan aksi adalah pada tanggal 30 September.
Para pimimpin PKI melakukan rapat tentang aksi yang bakal mereka
lakukan. Sedikitpun mereka tidak menyinggung nama Soeharto karena
memang Soeharto kala itu bukan siapa-siapa. Dia tidak lain hanyalah
seorang prajurit TNI berpangkat tinggi yang tidak diperhitungkan dan
tidak penting sama sekali.
Disisi lain, Soeharto sendiri juga mengetahui tentang adanya
resolusi Dewan Jendral dan mengetahui bahwa PKI akan melancarkan aksi
untuk menumpasnya. Namun dia hanya diam. Soeharto juga memiliki
kepentingan jika PKI berhasil. Kepentingan Soeharto sebenarnya adalah
agar dia mulai dianggap penting dan kembali diperhitungkan di kancah
percaturan negeri ini sehingga dia bisa mendapat jabatan yang lebih
penting dari jabatan yang dia pegang saat itu. Dia biarkan PKI
melakukan aksinya dengan membunuh para perwira tinggi TNI yang memang
memegang jabatan penting di negara. Dengan demikian akan semakin
berkurang saingan bagi Soeharto untuk meraih jabatan yang lebih tinggi
dan lebih penting dari sekedar panglima Kostrad.
Tanggal 30 September pukul 4 pagi, diculiklah 7 jendral yang menjadi
target operasi PKI. Mereka dibawa ke lubang buaya dan diserahkan kepada
masa pendukung PKI yang telah berkumpul di sana sejak sore hari tanggal
29 September untuk diadili dengan cara mereka. Massa dibebaskan
melakukan apa saja sesuka hati mereka kepada para jendral yang akan
menambah kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa yang berkumpul di
lubang buaya berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga mati para
jendral tersebut.
- Fakta Di Balik Peristiwa G 30 S PKI
Pagi harinya, Soeharto yang telah mengetahui hal ini mendapat
laporan dari beberapa ajudan jendral yang telah diculik. Soeharto hanya
tersenyum dalam hati karena telah mengetahui bahwa semua ini akan
terjadi. Ambisinya untuk menguasai negeri dengan pangkat dan jabatan
yang dia miliki hanya tinggal selangkah lagi.
Tahukah anda apa sebenarnya yang telah direncanakan Soeharto
sebelumnya yang disimpannya baik-baik dalam benaknya? Dia biarkan PKI
membunuh ketujuh Jendral tersebut, lalu memfitnah PKI telah melakukan
kudeta terhadap Soekarno sehingga orang-orang PKI yang mengetahui fakta
sejarah dapat dengan mudah disingkirkan dengan cara difitnah. Doktrin
yang dilontarkan Soeharto adalah bahwa PKI akan melakukan pemberontakan
terhadap kekuasaan Soekarno. Mungkinkah PKI akan menggulingkan
pendukung terkuatnya? Tidak masuk akal. Ingat PKI dan Soekarno saling
mendukung, apa mungkin PKI melakukan hal itu?
Pagi harinya Soeharto bergerak cepat dan melangkahi tugas beberapa
orang jendral atasannya dengan memegang tampuk pimpinan TNI untuk
sementara tanpa meminta restu dari Presiden. Di buku sejarahku waktu SD
ditulis, “Mayjen TNI Soeharto dengan tangkas memegang tampuk pimpinan
TNI yang lowong sepeninggal A Yani.” Kalau bisa dan boleh aku ingin
mengedit tulisan di buku sejarahku dengan kata-kata, “dengan lancang
Soeharto memegang tampuk pimpinan TNI.” Masih banyak orang yang
harusnya dimintai restu oleh Soeharto atas inisiatifnya memegang tampuk
pimpinan TNI.
Lalu dengan mudah Soeharto yang telah mengetahui semua seluk beluk
aksi PKI ini menumpas PKI. Hanya dalam waktu beberapa jam saja, para
pelaku pemberontakan PKI ditangkap dan sebagian lagi kabarnya melarikan
diri ke luar negeri. Lalu Soeharto menyebarkan doktrin bahwa PKI telah
melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Soekarno. Padahal PKI bermaksud
menggagalkan kudeta yang akan dilancarkan oleh para jendral tersebut.
PKI dijadikan kambing hitam oleh Soeharto atas apa yang memang
diinginkannya. Satu langkah Soeharto untuk menguasai negeri ini
berhasil.
- Penguasaan Kembali Gedung RRI Pusat
Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan Tiga Puluh September (G30S)
PKI menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi Angkatan Darat yang
yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk merebut
kekuasaan Negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI
dan Gedung Pusata Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang
penyiar RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G-30-S
telah menyelamatkan Negara dari usaha kudeta “Dewan Jendral”. Tengah
hari mereka mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam negara dan pendemisioneran cabinet. Untuk
menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu,
Panglima Komando Tindakan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen
Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat
memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk
membebaskan Gedung RRI Pusata dan Gedung Telekomunikasi dari penguasaan
G-30-S PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan mengerahkan
kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil
menguasai kembali gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965
RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang
menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G-30-S
- Penangkapan D.N. Aidit ( 22 November 1965 )
Setelah G 30 S PKI mengalami kegagalan di Jakarta, pada tanggal 1
Oktober 1965 tengah malam ketua CC PKI D.N. Aidit melarikan diri ke
Jawa Tengah yang merupakan basis utama PKI. Tanggal 2 Oktober 1965 ia
berada di Yogyakarta, kemudian berpindah-pindah tempat dari Yogyakarta
ke Semarang. Selanjutnya ia ke Solo untuk menghindari operasi
pengejaran yang dilakukan oleh RPKAD. Tempat persembunyiannya yang
terakhir di sebuah rumah di kampung Sambeng Gede. Daerah ini merupakan
basis Serikat Buruh Kereta Api (SBKA), organisasi massa yang bernaung
dibawah PKI. Melalui operasi intelijen, tempat persembunyian D.N. Aidit
dapat diketahui oleh ABRI. Tengah malam tanggal 22 November 1965 pukul
01.30 rumah tersebut digrebek dan digledah oleh anggota Komando
Pelaksanaan Kuasa Perang (Pekuper) Surakarta. Penangkapan hamper gagal
ketika pemilik rumah mengatakan bahwa D.N. Aidit telah meninggalkan
rumahnya. Kecurigaan timbul setelah anggota Pekuper menemukan sandal
yang masih baru, koper dan radio yang menandakan hadirnya seseorang
yang lain di dalam rumah itu. Penggeledahan dilanjutkan. Dua orang
Pekuper menemukan D.N. Aidit yang bersembunyi di balik lemari. Ia
langsung ditangkap dan kemudian dibawa ke Markas Pekuper Surakarta di
Loji Gandrung, Solo.
Suasana negara saat itu benar-benar memburuk. Negara yang masih muda
ini serasa berasa di titik paling bawah dari keterpurukannya.
Perekonomian anjlok, harga bahan pangan menjulang, bahan pangan susah
didapat dimana-mana, kerusuhan pecah di seluruh wilayah negeri ini.
Beberapa elemen masyarakat melakukan aksi yang berbuntut dengan
dicetuskannya Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi Tritura adalah:
1. Bubarkan PKI
2. Turunkan Harga
3. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI
Aksi beberapa elemen masyarakat ini di awali dengan aksi yang
digelar oleh mahasiswa yang menamakan dirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI). Gerakan mahasiswa ini juga diikuti oleh elemen
masyarakat lain seperti Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), Kesatuan
Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan lain-lain.Aksi-aksi inilah
yang kemudian memicu pecahnya revolusi di negara ini. Semakin lama
situasi negara semakin memburuk.
Situasi ini akhirnya yang memaksa tiga orang Jendral yaitu Letjen
(yang baru naik pangkatnya) Soeharto, Brigjen Amir Machmud dan Brigjen
M Yusuf untuk menemui presiden dan memaksa presiden agar segera
memenuhi tuntutan rakyat. Tritura harus dipenuhi jika presiden ingin
mengembalikan situasi negara ke arah yang kondusif.
Soekarno menolak memenuhi tuntutan rakyat. Soekarno tahu bahwa ini
semua hanya kerjaan Soeharto yang memfitnah PKI sebagai pemberontak.
Soekarno tahu betul, tidak mungkin PKI berkeinginan untuk
menggulingkannya namun Soekarno tidak memiliki bukti yang otentik atas
pernyataannya tersebut. Soekarno tahu bahwa aksi yang dilakukan oleh
PKI dengan nama G 30 S PKI hanya bertujuan untuk menumpas rencana
kudeta militer yang akan dilakukan oleh sekelompok perwira tinggi yang
menamakan dirinya Dewan Jendral.
Setelah gagal untuk memaksa presiden memenuhi tuntutan rakyat,
ketiga jendral tersebut berinisiatif membuat sebuah surat perintah atas
nama presiden. Isi surat perintah yang diberi nama Surat Perintah
Sebelas Maret (Supersemar) hingga kini hanya diketahui oleh hanya 4
orang, ketiga jendral tersebut dan Soekarno, namun karena tiga
diantaranya kini telah meninggal dunia, maka kini hanya tertinggal satu
lagi saksi sejarah yaitu Soeharto. Sayang, Soeharto pun tidak ingin
rakyat Indonesia tahu apa isinya, maka dia lenyapkan supersemar yang
asli dan buat sebuah surat perintah yang palsu seperti yang kita tahu
belakangan ini.